Artikel Motivasi Anak Desa Berprestasi Part 1 (KKN Mandiri Online UNY 2020)
Gadis Desa yang Tangguh dan Terpelajar
Muti’ah
Nasution, begitu nama lengkap seorang anak desa Hutarimbaru GB yang menjadi
narasumber wawancara megenai motivasi anak desa berprestasi pada September 2020.
Wawancara ini merupakan konten video motivasi anak desa berprestasi sebagai
salah satu program KKN Mandiri Online UNY 2020 di Desa Hutarimbaru GB.
Beliau
(Narasumber) adalah salah seorang pemuda desa yang sanggup melewati proses
rumit perjuangan pendidikan hingga lulus perguruan tinggi. Desa Hutarimbaru GB
yang berada di kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara merupakan desa yang
sangat terpencil dan kolot. Kualitas ekonomi, pendidikan dan infrastruktur
masih sangat rendah. Sarana dan fasilisitas sekolah yang kurang, ekonomi yang
sulit, jalan yang sukar, jaringan atau sinyal yang kurang stabil menjadi
karakteristik desa tersebut. Namun hal
yang paling memprihatinkan adalah pola pikir masyarakat yang belum sepenuhnya
terbuka pada pendidikan dan kemajuan.
Kak
Mutiah sekolah di SDN 129 Hutarimbaru tammat pada 2007, kemudian melanjutkan
sekolah ke pesantren. Namun tidak berselang lama beliau berhenti karena tidak
tahan berasrama. Masa yang seharusnya digunakan untuk sekolah itu digunakan
oleh kak Mutiah untuk merantau ke Sidempuan (Daerah tetangga mandailing Natal).
Hingga suatu hari, beliau melihat anak-anak sekolah SMP berduyun-duyun pulang
dari sekolah. Melihat pemandangan indah itu, timbullah keinginan kak Muti’a
untuk bersekolah lagi.
SMPN
1 Panyabungan Timur, itulah sekolah yang beliau pilih. Sekolah ini merupakan
SMP Favorite di daerah kecamatan. Dan disinilah titik balik motivasi belajar
beliau. Beliau menemukan guru yang sangat inspiratif dan mudah dimengerti
penjelasannya. Beliau semakin giat belajar siang dan malam. Hingga akhirnya
pada saat penerimaan raport beliau mendapat ranking 1. Beliau menangis, sebab
inilah pertama kalinya beliau dipanggil ke depan menerima penghargaan. Selama
SD dan madrasah di kampung, nama beliau bahkan tidak masuk 10 besar. Namun
setelah SMP prestasinya melonjak. Ini adalah perkembangan yang sangat luar
biasa. Padahal persaingan belajar saat SMP tentu lebih berat karena menghimpun
anak-anak dari berbagai daerah dibandingkan SD yang hanya sesame orag desa
saja.
Masa
SMP beliau lewati dengan prestasi yang baik. 3 besar selalu menjadi
langganannya setiap semester. Lalu beliau melanjutkan sekolah ke SMK di kota
Panyabunagan (di daerah kabupaten). Dan beliau masih mendapatkan 10 besar
bahkan 3 besar di sekolahnya.
Setammat
SMK beliau tentunya sangat ingin kuliah. Namun karena terkendala biaya beliau
harus mengumpulkan biaya selama setahun kemudian bisa kuliah. Beliau kuliah di
STAIN Mandailing Natal. Dulu masih STAIM (belum negeri). Dan ini adalah
satu-satunya kampus di daerah mandailing Natal.
Dua
kali menganggur tentu membuat beliau tidak lagi sekelas dengan teman sebayanya
sejak SMP. Beliau selalu menjadi murid tertua di kelasnya. Namun beliau sama
sekali tidak mempermasalahkan hal itu. beliau beradaptasi dengan mudah dan
tetap bergaul dengan yang lainnya. beliau sama sekali tidak merasa minder. Saat
ditanya beliau menjawab bahwasanya menuntut ilmu itu tidak pandang usia. Masya
Allah. Penulis bahkan belum tentu kuat kalau seperti itu.
Perjuangan
kuliah tentunya selalu tidak mulus. Biaya ongkos yang mahal dari kampung ke kampus
seringkali menjadi keluhan anak desa tersebut. Namun, itu adalah mimpinya.
Segalanya akan diusahakan. Demi membantu keuangan, beliau bekerja sampingan
sembari kuliah. Selain itu akses transportasi dari kampung ke kampus juga begitu
susah.
Selama
di kampung beliau juga banyak menemukan permasalahan. Seperti kesulitan
mengerjakan tugas karena tidak punya laptop, tidak ada warnet di kampung, tidak
ada tempat print atau fotocopy dan jaringan yang sangat susah. Sehingga beliau
harus menumpang ke kos teman untuk mengerjakan tugas.
Permasalahan
lain yaitu benturan dengan pola pikir masyarakat di kampung yang belum terbuka
terhadap pendidikan. Banyak yang berkomentar bahwa perempuan tidak perlu
melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi karena ujung-ujungnya juga hanya
di dapur, di kasur dan di sumur. Bahkan mereka berfikir bekerja dengan uang
yang banyak lebih baik ketimbang kuliah yang justru mengeluarkan uang.
Beliau
sempat hampir terpengaruh dan ikut berfikir tentang manfaat kuliah ini. Namun
beliau tetap bertahan hingga beliau sadar di akhir-akhir perkuliahan bahwasanya
kuliah itu sangat penting. Terutama untuk membuka pola pikir yang luas. Dan
sebagai perempuan bahkan diharuskan berpendidikan tinggi karena kelak akan
mendidik anak di rumah. Bagaimana bisa mengajari anak kalau kita bukan orang
yang terpelajar?
Perjuangan
panjang. Akhirnya beliau lulus dengan nilai yang begitu memuaskan. Beliau tentu
punya banyak cita-cita atau rencana pengabdian terhadap kampung tercintanya
“Desa Hutarimbaru”. Bersama beberapa orang teman yang juga bercita-cita sama
mereka membuat program bimbingan belajar yang mereka namakan Rumah Belajar. Hal
itu merupakan adaptasi dari keluhan-keluhan orangtua karena anak-anak tidak
sekolah disebabkan pandemic covid-19. Bimbel tersebut gratis dan terbuka untuk
seluruh anak-anak desa Hutarimbaru.
Selain
itu, mereka juga berencana mengembangkan perpustakaan yang mereka rilis di
Rumah Belajar. Saat ini perpustakaan masih terbatas untuk anak-anak SD karena
fasilitas yang masih sangat kurang. Namun ke depannya mereka berencana
perpustakaan tersebut terbuka untuk semua kalangan. Masyarakat dan anak-anak
sangat senang dan sangat bersyukur atas adanya program-program tersebut.
Anak-anak antusias dan masyarakat mendukung.
Beliau
berpesan kepada anak-anak desa lainnya terutama anak-anak desa Hutarimbaru agar tetap giat belajar dan harus semangat
melanjutkan sekolah. Jangan sampai putus asa apalagi karena ekonomi karena
dimana ada kemauan, disitu ada jalan.
Komentar
Posting Komentar