ARTIKEL SEJARAH DESA HUTARIMBARU, PANYABUNGAN TIMUR, MANDAILING NATAL
SEJARAH DESA HUTARIMBARU
1. Asal Usul
Marga Nasution
Sejarah desa Hutarimbaru yang terletak di Panyabungan
Timur Kab. Mandailing Natal ini tentu tidak bisa lepas dari sejarah raja-raja
di Mandailing Natal (dulu masih bernama Tapanuli Selatan) beserta marga Nasution
yang merupakan marga dari Raja di Desa Hutarimbaru.
Menurut sebagian Marga Nasution yang berada di Tapanuli Selatan
ini, keturunan mereka berasal dari keturunan Raja Pulungan. Dikisahkan bahwa
pada masa itu, searang raja tidak boleh memiliki istri lebih dari satu apalagi
sampai tiga dan seterusnya, Permaisuri Raja hanya ada satu. Kalau terjadi ada
Raja kawin lagi maka itu hanya dijadikan Selir saja. Menurut versi Tapanuli
Selatan ini, pada saat itu Raja Pulungan memang hanya memiliki seorang Permaisuri.
Tapi Raja juga memiliki seorang selir. Ketika itu Permaisuri raja sedang hamil.
Rupanya dalam waktu yang bersamaan Selirnya juga hamil. Tak lama
setelah Permaisuri melahirkan menyusul pula Selirnya melahirkan. Kedua anak
yang dilahirkan ini baik dari Permaisuri maupun dari Selir, kedua-duanya
berjenis kelamin laki-laki. Anak yang berasal dari selir inilah Sibaroar,
Kebetulan kedua wajah anak ini sangat mirip dan sama-sama lincah.
Dari cerita sejarah selanjutnya, pada saat itu, Istana Raja
Pulungan ini akan dilakukan Pemugaran, dan tiang besar istana itu akan diganti.
Menurut Kepercayaan orang-orang istana, setiap penggantian tiang besar Istana,
harus disemah dengan kepala anak manusia.
Permaisuri yang telah mendengar dan mengetahui tentang kabar ini,
lalu berusaha keras agar yang akan dijadikan korban untuk semah bukan kepala
anaknya tapi kepala dari anak selirnya.
Rencana Pemugaran tiang istana sudah semakin dekat. Hati Permaisuri semakin resah, maka ditengah
kegundahan hati itulah permaisuri memanggil beberapa hulu balang istana dan
memerintahkan agar para hulu balang memberikan tanda dikening anak dengan
tujuan agar nanti memudahkan ketika akan ditangkap untuk dijadikan korban.
Namanya anak kecil yang sering bermain bersama, salah satu
kebiasaannya adalah suka mencontoh dan meniru antara yang satu dan lainnya dan
itu pulah yang terjadi dengan anak si permaisuri ini. Melihat di kening
saudaranya ada sebuah tanda, maka ia pun ingin meniru dan diambil kapur, lalu
dibuatnya pula tanda yang sama pada keningnya sendiri dengan kapur itu.
Selesai ia memberi tanda dikeningnya, karena merasa kelelahan
setelah bermain-main seharian, maka Sibaroar pun pulang dan tertidur. Ternyata pada saat tidur itulah, anak Si
Permaisuri tadi yang asik bermain sendirian ditangkap dan dijadikan korban oleh
para Hulu Balang. Setelah semua
peristiwa terjadi, dan pada saat Sibaroar bangun dari tidur, dia pun berlari
ingin mencari saudaranya untuk diajak bermain.
Tapi alangkah terkejutnya Permaisuri dan Para petinggi kerajaan
ketika melihat Sibaroar masih hidup dan dikeningnya juga memiliki tanda seperti
yang ada dikening saudaranya yang sudah terlanjur menjadi korban. Lalu bertanyalah para petinggi istana kepada
Sibaroar perihal tanda yang ada di keningnya itu. Sibaroar pun bercerita,
“Adikku suka melihat aku memiliki tanda dikening, lalu dia juga ingin seperti
aku.
Itu sebabnya dia mengambil kapur dan membuat sendiri tanda yang
sama seperti di kening ku biar dia bisa seperti aku”, jelas si Sibaroar.
“Selesai adikku membuat tanda di kening, akupun pulang lalu aku
tidur”, jelas Sibaroar lebih lanjut, namun apa ada daya semua peristiwa sudah
terjadi, dan peristiwa terhindarnya Sibaroar dari maut ini oleh orang-orang
pada waktu itu malah dinilai sebagai salah satu bentuk kesaktian yang ada pada
diri Sibaroar sehingga ia masih tetap hidup dan bisa meneruskan keturunannya
hingga saat ini, (itu
sebabnya pada saat itu orang-orang menyebutnya dengan kata “NASAKTION”, dan
akhirnya menjadi "NASUTION".) Sebagai bentuk pengakuan terhadap
kesaktian Sibaroar.
Akhirnya Sibaroar pun menjadi raja dan keturunannya
disebut marga nasution. Sebenarnya masih ada cerita sejarah marga nasution
dalam versi lain. namun cerita inilah yang lebih banyak dipercaya oleh
masyarakat Tapanuli Selatan atau Mandailing Natal khususnya masyarakat desa
Hutarimbaru.
2. Asal Usul
Desa Hutarimbaru
Dalam cerita Rambah Rokan Hulu disebutkan bahwa keturunan Sibaroar ini awalnya berjumlah 7 orang, terdiri dari 6
laki-laki dan 1 orang perempuan. Mereka ini diantaranya:
·
Cucu
pertama yang juga bernama Sutan Iskandar menjadi Raja di Huta Siantar,
Penyabungan.
·
Cucu kedua
satu-satunya wanita yang bernama Suri Lindung Bulan menjadi Permaisuri Raja
Tambusai (Permaisuri Tuanku Syah Alam).
·
Cucu ketiga
Sutan Katimbang Dilangit jadi Raja Huta Partibi.
·
Cucu
keempat Sutan Batara Guru jadi raja di Huta Puli Tambangan.
·
Cucu Sutan
di atas langit jadi Raja di Huta Gunung Baringin.
·
Cucu keenam
Sutan Tua Raja Solut jadi Raja di Batang Samo.
·
Cucu
ketujuh Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru jadi Raja di Sungai Garingging.
Adapun cicit-cicitnya yang sempat dia dudukkan menjadi raja hanya
dari keturunan cucunya yang berada di Rambah.
Sedangkan untuk keempat cucunya yang berada di Tapanuli berkembang biak
di Tapanuli Selatan Sumatera Utara.
Sementara, untuk para Cicit yang berkembang di Rambah diantaranya:
·
Cicitnya
bernama Sutan Nalobi, Raja di Huta Rimboru.
·
Cicitnya
bernama Sutan Kumala Bulan, Raja Manaming.
·
Cicitnya
bernama Sutan Mangamar jadi Raja di Batang Samo.
·
Cicitnya
bernama Tangun, diangkat jadi raja tangun.
·
Cicitnya
bernama si Painan, diangkat jadi Raja di Sungai Pinang.
·
Cicitnya
bernama Bongsu diangkat jadi Raja di Sigatal.
·
Cicitnya
bernama Tuah Sutan Kumala Gunung Jati, diangkat jadi Raja di Kaiti.
·
Cicitnya
bernama Raja Dewa hanya diberi tugas jaga rumah adat dan menjaga barang- barang
pusaka di Kaiti karena cicitnya yang satu ini agak kurang cerdas dan memiliki
kekurangan makanya tidak diberi kekuasaan.
Cicitnya yang bernama Sutan Nalobi menjadi
Raja di Huta Rimboru. Namun tidak diketahui jelas Huta Rimboru yang dimaksud di
Kecamatan bagian mana. Karena di Mandailing Natal ada beberapa desa yang
bernama desa Hutarimbaru di beberapa kecamatan.
Namun jikalau Huta Rimboru yang dimaksud
adalah Hutarimbaru Payabungan Timur, ada perbedaan dalam cerita sejarah.
Menurut cerita dari masyarakat desa Hutarimbaru, khususnya setelah mewawancarai
tetua desa yang merupakan keturunan Raja, diketahui bahwasanya yang membuka
kampung ini bukanlah Sutan Nalobi melainkan Sutan Mangamar, Patuan Kumala Sian
serta rombongannya. Dikisahkan bahwa mereka adalah anak dari Sutan Iskandar,
Raja di Huta Siantar.
Pada
mulanya rombongan tersebut membuka perkampungan di tempat yang dikenal dengan
desa Gunung Baringin. Desa ini adalah desa yang pertama kali dibuka di daerah Panyabungan Timur dan merupakan
ibukota kecamatan. Namun mereka melihat mata pencaharian tidak cukup luas di
desa tersebut. Kemudian mereka melakukan perjalanan mencari daerah lain yang
akan dimanfaatkan sebagai tempat mata pecaharian mereka.
Mereka
lalu tiba di sebuah perkampungan yang kini disebut Payabulan, kecamatan Lembah
Sorik Marapi. Merasa tidak cocok mereka kemudian berpindah tempat ke Huta Olbu.
Namun tetap tidak cocok juga. Mereka lalu melanjutkan perjalanan dan menemukan
sebuah daerah dengan hutan belantara yang begitu luas dan panjang. Yang kalau
ditelusuri hingga ke ujung akan bertemu daerah Pekan Baru.
Melihat
alam yang bagus dan tempat yang begitu stategis, mereka memutuskan untuk
membuka perkampungan di daerah ini. Daerah inilah yang disebut dengan Desa
Hutarimbaru yang merupakan singkatan dari Hutan Rimba yang Baru. Konon, itulah
asal-usul penamaannya. Desa ini terletak di Panyabungan Timur dan tidak jauh
dari ibukota kecamatan yakni desa Gunung Baringin, hanya berjarak 10 KM.
3. Kerajaan
di Desa Hutarimbaru GB
Dari
penjelasan di atas kita ketahui bahwa yang membuka perkampungan di desa
hutarimbaru yakni Sutan Mangamar, Patuan Kumala Sian beserta rombongannya.
Mereka kemudian melanjutkan kehidupan di sana. Singkat cerita, Sutan Mangamar
begitu juga Patuan Kumala Sian memiliki keturunan. Dan dari Merekalah lahir
sang raja di desa Hutarimbaru.
Menurut
cerita tetua desa, dahulu yang seharusnya menjadi raja di desa Hutarimbaru
adalah keturunan dari Sutan Mangamar. Karena Sutan Mangamar lebih tua daripada
Sutan Kumala Sian. Namun di kala itu, syarat untuk menjadi raja harus menikahi
perempuan yang merupakan putri raja juga. Dan syarat itu tidak dipenuhi oleh keturuanan
Sutan Mangamar yang menikahi perempuan biasa. Akhirnya yang menjadi raja adalah
keturunan Sutan Kumala Sian.
Istana
kerajaan disebut Bagas Godang yang
kalau diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia yakni Rumah Besar. Namun
sayangnya, Bagas Godang yang ada di
desa Hutarimbaru sudah rusak dan tidak direnovasi sehingga sekarang tak
terisisa apapun. Hanya halaman kosong yang luas yang sering dimanfaatkan
masyarakat dalam kegiatan umum. Masyarakat menyebut lapangan itu “Halaman Bagas Godang”
Dari
penjelasan mengenai marga di atas, kita ketahui bahwa raja Sibaroar merupakan
nenek moyang marga nasution. Dalam adat Mandailing, marga akan diturunkan dari
sang ayah ke anak-anaknya. Hematnya, marga hanya turun melalui garis keturunan
ayah. Maka tentu Raja Iskandar bermarga Nasution begitupun anaknya Sutan
Mangamar dan Patuan Kumala Sian.
Namun
di desa Hutarimbaru kita akan menemukan keunikan marga Nasution. Dimana marga
Nasution dibagi menjadi 4 marga. Yakni Nasution 1, Nasution 2, Nasution 3 dan
Nasution 4. Pembagian marga itu digunakan untuk menjaga keaslian marga. Selain
itu ada juga yang mengatakan marga Nasution dibagi menjadi 4 marga karena
jumlahnya yang terlalu banyak.
Nasution
1 merupakan marga Nasution asli yang diturunkan dari yang membuka kampung yakni
Sutan Mangamar dan Patuan Kumala Sian serta rombongannya. Nasution 1 bisa
disebut marga keturunan Raja. Sementara marga nasution yang lain merupakan
marga masyarakat pendatang dari daerah lain.
Perlu
diketahui, bahwa di dalam adat ada sebutan Kahanggi.
Kahanggi merupakan orang yang memiliki marga yang sama
dengan kita. dan di desa Hutarimbaru, Nasution 1 tidak satu kahanggi dengan marga Nasution lain.
begitu juga Nasution 2 dan seterusnya. Dalam adat pernikahan pun, yang mengurus
resepsi adalah para kahanggi dan
keluarga dekat. Sehingga sesama Kahanggi
dilarang menikah karena tentu berlawanan dengan adat dan kahanggi akan kesulitan mengurus resepsi pernikahan.
4.
Kehidupan
Zaman Dahulu di Desa Hutarimbaru
Di
tengah penjajahan kamu Belanda yang cukup meresahkan, masyarakat di desa
Hutarimbaru tetap bersikukuh melanjutkan kehidupannya. Penduduk masih sedikit,
rumah yang satu dengan rumah yang lain masih berjarak cukup jauh. Masyarakat hidup
berdampingan dengan hewan-hewan serta dengan banyak tumbuha-tumbuhan. Masyarakat
bertani dan berkebun untuk memenuhi kehidupannya. Sesekali mereka melakukan
jual beli di desa Gunung Baringin yang merupakan pusat perdagangan, pendidikan
serta perhubungan masyarakat.
Jaman
dahulu segalanya masih serba susah baik pangan maupun pakaian. Mereka masih
berpakaian pelepah bambu dan anyaman yang kini digunakan sebagai tikar. Selain
itu, kendaraan masih menggunakan pedati
atau kereta yang ditarik oleh kerbau. Listrik pun baru masuk ke desa tersebut
sekitar tahun 1993. Cukup lama.
Tetua
desa yang diwawancarai mengatakan bahwa kehidupan zaman sekarang 10 kali jauh
lebih mudah daripada kehidupan mereka dahulu. Namun selalu ada sisi baik dan
positivenya. Dahulu rasa kekeluargaan dan persaudaraan sangat erat, lebih erat
ketimbang sekarang. Dahulu tidak banyak penyakit yang menyerang manusia karena
makanannya yang alami serta kehidupan yang sederhana. Kalau sekarang sudah
banyak penyakit karena makanan yang alami dan sehat sudah jarang didapatkan. Buktinya
beliau sudah hampir berumur 90 tahun. Namun beliau masih kuat bertani. Baik ke
sawah maupun ke hutan.
Demikianlah
secuil cerita sejarah desa Hutarimbaru kecamatan Panyabungan Timur kabupaten Mandailing
Natal. Semoga cerita ini bermanfaat bagi siapapun dan semoga anak-anak muda
zaman sekarang menjadi anak muda yang tidak buta akan sejarah terutama sejarah
tempat tinggal mereka sendiri
Komentar
Posting Komentar