Cerita Santri : Rindu Suasana Asrama di Hari Ini
Kamis dan Jum’at di
Kampung Tarbiyah
Gelap masih membungkus,
ribuan pasang mata diluar sana masih terlelap, rumah-rumah masih terkunci, udara
dingin leluasa menembus tulang-tulang. Namun, di atas tanah yang kupijak ini,
kesibukan telah dimulai sejak tadi. Pak dapur lebih dulu bangun di tengah malam
untuk menyiapkan makan ratusan santri. Pukul 04.00 ustadzah sudah berkeliling
mambangunkan santriati, menggedor pintu yang masih terkunci serta menyapa satu
dua santriati yang sudah bangun untuk membangunkan teman-temannya.
Di seberang sana,
santri juga begitu. Bahkan katanya ada yang disemprot pake botol kispray saking
susahnya dibangunin. Ada juga ustadz yang membangunkan kami lewat mikrofon
masjid, “Bangun! Bangun! Kepada yang sudah bangun agar segera membangunkan
kawannya” Ustadz mengulanginya sesering mungkin. Mimpi terputus sudah, mari
kembali bergumul dalam semberawut kesibukan. Aku melangkah gontai ke kamar
mandi, membawa keranjang sabun sambil terkantuk-kantuk ditengah jalan. Paksa!paksa!
Hari kamis tak sepenuhnya
manis. Di hari yang panas, kerap kali perutku keroncongan dan tenggorokanku
kehausan. Mengantuk di kelas, menikmati matematika, kimia atau tafsir dalam
mimpi. Dan yang paling menyebalkan adalah jadwal olahraga di hari kamis.
Jikalau begitu pastilah bisa ditebak apa yang kami lakukan di jam itu, tidur,
nonton, bersantai di perpustakaan membaca buku, atau melipir ke asrama. Untung
saja, jadwal itu tak selamanya.
Sore hari, kamar mandi
tak pernah sepi. Para santriati berduyun-duyun memenuhi kamar mandi. Ember-ember
bertuliskan “Don’t gosob” “Dilarang mencuri ember saya” “Kembalikan ember saya”
berikut dengan nama pemiliknya bahkan nama-nama keluarganya, teman sekelasnya atau
soulmatenya seketika mengelilingi bak mandi sepanjang 12 meter itu. Ah, perihal
pencurian memang harus selalu di antisipasi. Kemarin saja, sandal swallowku
hilang seberiba.
“Ba’daki ukhti
(Sesudahmu)”
“Hey, ukhti. Wadi’
ifthor. This is my money (nitip bukaan, ini uangnya)”
“Ba’din khudzi ma’i
idamun (nanti ambilkan samaku lauk)”
Bahasa
asing bersahut-sahutan memenuhi langit kamar mandi. Banyak bahasa arab yang tak
sesuai nahu sharafnya, bahasa inggris
yang melenceng tensesnya dan bahasa yang spontan tercampur. Itu lebih baik
daripada masuk dalam daftar rekapan jasus
(Mata-mata). Sayang, bahasa planet seperti itu tak ramai kalau tak ada jasus.
Sebagian memang masih bertahan tapi kebanyakan malah kembali menggunakan bahasa
Indonesia bahkan bahasa daerah.
“Etek mitek, etek
mitek”
“Etek mi keriting”
“Etek tokok-tokok”
Entahlah,
orang luar mungkin heran itu jenis makanan yang seperti apa. Di belakang
gerbang, seorang ibu-ibu yang masih segar terlihat cekatan membungkus mie,
menerima bayaran dan mengembalikan kembalian. Mie, gorengan, es, risol, tokok-tokok
dsb laris melesat. Puluhan santriati melingkarinya, berseru-seru dan berebut
posisi lebih dekat. Bahkan ada yang memasukkan duitnya ke kaleng lantas bilang,
“Ibu, itu aku sudah kasih uangnya”. Tak sedikit juga yang mengeluh, “Tadi
akunya duluan, tapi dia yang dikasih.” Haduh.
Jualan ibu itu seketika
habis ludes. Tak perlu menarik pelanggan
atau orang yang lewat, “Gorengan gorengan, mie mie. Dibeli dibeli” Ah, tidak
perlu. Di sini, di asrama, berbuka selalu nikmat. Apalagi bareng teman-teman.
Aku berani bilang, kalaupun kamu tidak beli bukaan, teman-temanmu akan selalu
berbagi denganmu.
Malam jum’at
dimeriahkan dengan KAMU (Kajian Anak Muslimah Unggulan). Tapi jelas saja, ini
semacam pentas seni meski di akhir acara selalu ada evaluasi dari ustadzah. Yaaa,
kajian juga sih, ya. Mengaji lewat seni.
Hari jum’at yang
kutunggu pun tiba. Kami pulang sekolah lebih awal, pukul 11. Ratusan santri dan
santriati keluar dari gedung bak semut yang diganggu sarangnya. Berlari bahkan
berebutan jalan pulang. Lauk siang hari, biasanya kurang menarik, sering kali
bersisa banyak, melayani lalat sambil menunggu sore untuk dibuang atau
dikembalikan ke dapur. Di saat seperti ini lah, kantin diserbu.
Gorengan pidoli jadi
rebutan, selain karena rasanya yang enak, ukuran yang besar dan keripik yang tebal,
harganya juga murah, Rp.500. Pernah suatu ketika harga gorengan pidoli
disamakan dengan harga luaran, tiga Rp.2000. Sepi. Gorengan pidoli lebih sering
ditatap ciut sambil menelan air liur,
ingin tapi dompet berkata jangan. Itu demo dalam diam, yang akhirya berhasil
mengembalikan harga normal gorengan pidoli, ia kembali jadi rebutan dan bintang
di kantin. Seringkali, di siang hari seperti ini umi kantin kewalahan melayani
kami, karena selain kami, anak SD juga mengisi perutnya disini. Hari ini,
intensitas orang jajan meningkat, hm..barangkali membalas hari kemarin yang penuh
penat kali ya.
Di sudut lain, ada yang
lebih memilih mengosongkan ember cucian setelah seminggu ditimbun. Ada juga yang kebersihan pribadi, jemur
kasur, nyetrika, membereskan tempat tidur, rak buku atau sekedar mengubah
posisi pakaian dalam lemari. Sementara yang piket sudah langsung mengambil nasi
dan lauk dari dapur, gak peduli sedikit yang makan siang. Ada pula yang tiduran
sambil membaca novel dan menyantap jajanan di asrama, hingga benar-benar
tertidur dan masbuk shalat dzuhur
Pemandangan paling
indah, beberapa santriati bersiap ke mushalla, memakai mukena, menjinjing
sajadah dan memeluk qur’an di dadanya. Tak hanya itu, lingkaran-lingkaran tarbiyah
juga memenuhi mushalla dan pendopo. Sibuk membahas materi liqa, sharing
pengalaman, muhasabah hari-hari yang lalu, curhat, sampai membahas agenda
rihlah, nonton atau masak-masak.
Usai asar, kesibukan
berganti menjadi kebersihan massal atau tanziful am. Ini memang sangat penting.
Sekalipun tiap hari dibersihkan, selalu ada sudut-sudut kecil yang tidak
terjangkau oleh tangan yang buru-buru, selalu ada spot yang diabaikan hingga
terbenam debu. Iyak mari kita bersihkan, di temani musik positive yang membakar
semangat. . Kau pasti masih ingat, ada Maidany, Shoutul Harokah, Maher Zein, Harris
J, Ibnu the Jenggot dll.
Semoga proses godokan
kemarin berguna di hari ini. Semoga semua nasihat dan peristiwa kemarin menjadi
bekal perjalanan hari ini dan nanti.
(Yogyakarta, 05 Oktober
2018)
Komentar
Posting Komentar