Cerita Santri: Ulang Tahun di Pondok
Tragedi
Ulang Tahun
“Hey,
besok fulanah ulang tahun. Ingat jangan ada yang bicarain dia mulai besok pagi.
Kalau mau ngomong sesuatu, minjam atau nagih sesuatu, selesaikan malam ini, ok”
Aisyah mengingatkan teman-temannya di asrama. Beberapa sedang belajar,
membereskan lemari, menulis diary bahkan ada yang sudah pulas telentang dengan
jilbab dan kaus kaki yang belum dilepas sepulang belajar malam dari kelas. Semua
menoleh dan berseru, “Oh iya ya”
“Haha,
siap. Jangan lupa juga, besok ustadzah dikasih tau” balas Salsa dari tempat
tidurnya.
Malam
itu, semua masih berjalan normal. Fulanah yang sedari tadi di kamar mandi pun
sudah kembali, biasa saja. Entahlah, apa ia tau teman-temannya sudah
merencanakan sesuatu untuknya yang pasti ini adalah sebuah tradisi pelik yang
cukup menggiurkan. Fulanah pun selalu bersemangat memberi kejutan bagi
teman-teman yang ulang tahun, tapi kali ini busur panah berbalik, ia akan kena.
(cerpen na galang. Haha)
Apa yang kamu pikirkan
tentang ulang tahun?
Pesta? Memotong kue,
meniup lilin yang bertuliskan usia sambil bernyanyi “Happy birthday to you”,
mendapat kado dari orang-orang tercinta atau bahkan jalan-jalan di siang
harinya?. Inikah kejutan ulang tahun? Hey terkejutkah? Kurasa ada yang lebih
mengejutkan dari ini. lihatlah!
Saat
semua terlihat normal dan berjalan seperti biasa ternyata ada sebuah rencana
yang kulitnya bisa kau duga namun tulangnya tak bisa kau raba. Bermula di pagi
hari ulang tahunmu, dunia seolah menghapusmu. Kau tiada dan terlalu halus untuk
diajak bicara (makhluk halus). Kamu mengaduh sebal, hanya segelintir orang yang
mau diajak bicara. Kau tahu, teman-teman yang mendiamkanmu bukan tidak peduli, justru
mereka melihat kemana kamu hendak pergi, apa yang kamu lakukan dan meneliti
wajahmu, apakah kamu sadar.
Tentu
saja, hal itu untuk menyusun langkah selanjutnya. Ketiadaanmu di asrama membuat
mereka bebas memotori barang-barangmu. Lemarimu di bongkar, buku diarymu
disembunyikan dan kasurmu digulingkan. Langkahmu berangkat ke sekolah memancing
tangan untuk menyembunyikan sepatumu, membawa lari tasmu atau tergopoh menuju
kelas lantas menutup pintu dari dalam, kau dihalang masuk. Di tengah semua hal
pelik itu, sebenarnya kau ingin tertawa, karena kamu juga bisa membaca, wajah
teman-temanmu seolah berdrama, bukan betulan. Tapi, kejadian di kelas seolah
menempas segalanya.
Siang
itu, ustadzah masuk dengan tampang garangnya seolah siap menerkam siapapun yang
berbelot dari aturannya. Semua duduk diam mendengarkan. Beberapa nasihat yang
sering berulang di update lagi, masalah pacaran. Ustadzah terlihat menyindir
seseorang, menyebutkan beberapa bukti kecurigaan. Tidak. Ini bukan drama,
lihatlah betapa serius wajah ustadzah di depan, beliau terlihat marah dan miris
melihat kelakuan santrinya seolah menggelapkan senyum manis dan gelak tawa yang
sering kau lihat di wajahnya. Dan, ou ou. Teman-temanmu juga tampak tegang,
serius dan penasaran. Siapa orang yang dimaksud?
Kamu
tetap risau, sekalipun tidak merasa orang yang dimaksud. Kata ustadzah di hari
kemarin jikalau begitu berarti hatimu masih hidup.
“Fulanah! Maju ke depan!”
Ibarat petir yang
menyambar siang hari, kamu terkejut bukan main. Orang yang dimaksud adalah
kamu! Kamu masih bengong, mengapa bisa? Tapi akhirnya maju setelah dihardik
kedua kalinya.
“Aku
tidak pacaran, Ustadzah” Lirihmu sambil menatap nanar wajah kecewa di hadapanmu.
Ustadzah diam. Lalu menyuruh seorang temanmu memeriksa tasmu. Astaga, sebuah
lipatan kertas, dan handphone tulalit yang tak kau kenali tiba-tiba
mengaku-ngaku milikmu. Kecewa. Seisi kelas tetap diam dan geleng-geleng kepala.
Kau berusaha menjelaskan, ini salah paham. Barang-barang itu bukan milikmu.
Sayang, tidak berhasil. Bola matamu mulai menggenang, bersiap-siap tumpah
membentuk aliran.
“Bukti
sudah ada. Kau masih berani berbohong sama ustadzah. Sekarang biar ustadzah
telpon orangtuamu”
Oh tidak. “kumohon,
jangan sampai orangtua tau, mengertilah ini hanya salah paham” jeritmu dalam
hati, ku tak sanggup bicara lagi. hanya tangisan yang mampu memberi arti.
Ustadzah benar-benar
menelepon dan menjelaskan perkara ini.
Hancur sudah! Kau
merasa geram dengan dirimu sendiri yang tak mampu menampik fitnah. Belum
selesai, sampai disitu, ustadzah menyuruh seorang temanmu membaca surat cinta
yang katanya dikirim dikirim seorang santri putra. “Biarlah. Baca saja. Aku
sudah hancur. Permalukan saja aku, aku menyerah” Batinmu.
“SELAMAT ULANG
TAHUN!!!, YEEE!!”
seisi kelas bersorak
gaduh. Lantas bertepuk tangan dan bernyanyi. Wajah-wajah tegang dan sangar
berubah 180%. Mereka tertawa lepas, seakan menumpahkan segala yang tertahan di
dada. Sontak ustadzah memelukmu, “Selamat ulang tahun, Nak” ujar beliau. Kamu
terharu, pelan-pelan mengusap air mata, lantas tersenyum dan tertawa. Mungkin
menertawai diri sendiri yang berhasil di jerat drama.
“Huh, selamat ulang
tahun ya Fulanah. Capek banget aku diaman sama kau. Kau tau, tadi kami di
belakang bersusah payah menahan tawa. Haha”
Ops. Apa derita akan
berakhir?
Haha,
enak saja. Sore harimu harus berlangsung mengenaskan. Di kamar mandi bawah, ada
sebuah tempat favorite yang sering jadi peraduan sisa-sisa makan, ikan-ikan
buntat dan sampah-sampah dari hulu, sungai kecil itu. Siapapun tidak akan
tertarik mandi disitu, kecuali airnya sedang pasang dan air kamar mandi
kekeringan, itupun cukup ditimba saja. Tapi sore ini, belum sempat kau membuka
baju, kau sudah diceburkan ke sungai itu, berkali-kali. Sebisa mungkin kau juga
berusaha menjatuhkan teman-temanmu.
Usai
mandi, kau disiram lagi dengan air yang dicampur blue ujala, air sabun atau
comberan. Mau minta dibawain baju ganti lagi pun tak ada yang mau. Berlari ke
asrama, kau disambut telur yang menghantam tubuhmu. Lantas kau berusaha memeluk
siapapun untuk menularkan basah, bau telor, dan air comberan. Heboh. Suasana
terlihat ramai. Kalian kejar-kejaran, melintas kamar mandi, jemuran dan seantero lapangan putri ditonton dan
ditertawakan ustadzah dan santriati lantas dilarang masuk ke asrama.
Huh.
Hari yang melelahkan. Hey, apa kau sedih? apa kau tersiksa dengan kebiasaan
kalian ini? apa kau marah (betulan)?
menurutku kau senang. Toh kau tertawa saja tuh, meski cukup menyebalkan. Haha.
Pulang ke asrama, kau
harus membereskan semunya, lemari pakaianmu yang dibongkar, kasurmu yang
digulingkan dan mencari beberapa barang yang disembunyikan. Hey, ada apa
disana? Dalam rimbunan pakaian yang di urai lipatannya, ada sebuah kotak
bertuliskan, “Selamat ulang tahun Fulanah. Ingat, hari ini umurmu tidak
bertambah tapi justru jatah umurmu berkurang dan kau semakin dekat dengan
kematian. Semangat memperbaiki diri”
Kamu terdiam, memandang
diri hingga bagian terdalam . “Sudah berapa tahun aku mengenyam hidup di dunia,
sudah berapa kali aku diberi kesempatan oleh Allah? Lantas apa saja yang sudah
kulakukan? Wahai diri, ingatlah kamu akan ditanya. Perihal umur kemana kau
perguna. Wahai, tahulah bahwa kewajiban diri lebih banyak daripada waktu yang
tersedia, berbenahlah” Lirihmu.
(Cerita si Fulanah bisa
merangkap beberapa orang. Dengan penambahan sedikit)
Yogyakarta, 25 Oktober
1998
Komentar
Posting Komentar